Selasa, 07 Januari 2014

MENGGALI KEMBALI MAKNA “BHINEKA TUNGGAL IKA”




Hakekat makna Bhinneka Tunggal Ika  yang memberikan suatu pengertian bahwa meskipun bangsa dan Negara Indonesia terdiri atas bermacam-macam suku bangsa yang memiliki adat-istiadat, kebudayaan serta karakter yang berbeda, memiliki agama yang berbeda dan terdiri atas beribu-ribu kepulauan wilayah nusantara Indonesia, namun keseluruhannya adalah merupakan satu persatuan yaitu persatuan Bangsa dan Negara Indonesia. Perbedaan itu adalah merupakan suatu bawaan kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, namun perbedaan itu untuk dipersatukan, disintesakan dalam suatu wadah yang positif dalam suatu Negara kebersamaan, Negara persatuan Indonesia (Notonagoro, 1975:106).
Bhineka Tunggal Ika merupakan semboyan Bangsa Indonesia, yang mengandung arti “walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu”. Maksudnya; Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Bangsa Indonesia yang memiliki perbedaan ras, suku, agama, bahasa, dan adat istiadat, di harapkan adanya semboyan Bhineka Tunggal Ika dapat menjadikan masyarakat Indonesia makmur dan sejahtera tanpa adanya permusuhan. Indonesia kurang lebih memiliki 34 provinsi dimana setiap provinsi memiliki bahasa dan adat istiadat yang berbeda-beda, suku-suku di indonesia berjumlah lebih dari 300 suku, dan memiliki enam macam agama yang meliputi Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Huchu. Begitu sangat hebat Negara Indonesia, Negara kita tercinta ini mempunyai semboyan “Bhineka Tunggal Ika”, semboyan yang dikarang oleh Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14. Bahkan tidak satu negara pun memiliki semboyan yang sama halnya dengan Negara Indonesia.
Namun, apakah dengan adanya semboyan Bhineka Tunggal Ika menjadikn masyarakat makmur dan sejahtera tanpa adanya permusuhan? Ataukah hanya sekedar semboyan yang tidak ada pengaruhnya sama sekali? Coba kita me-review kasus dari tahun ke tahun yang selalu dibicarakan di media massa.
Kasus pertama, perang antar suku– pertikaian Dayak–Madura (di ambil dari artikel karya Anne Ahira). Terjadi dua kerusuhan berskala besar antara suku Dayak dan Madura, yaitu peristiwa sempit (2001), dan senggau ledo (1996). Penyebab terjadinya pertikaian suku dayak-madura itu ada empat, pertama, Perbedaan budaya antara Dayak dan Madura, dengan adanya pertikaian tantang kebudayaan ini berkaitan dengan kebiasaan. Misalnya bagi suku Dayak senjata tajam yang di selipkan dan dibawa kemana-mana adalah termasuk hal yang dilarang, karena di khawatirkan mencederi orang lain. Namun budaya suku Madura menyelipkan senjata tajam dan di bawa kemana-mana sebuah hal yang biasa. Kedua, Perilaku yang tidak menyenangkan, Bagi suku Dayak, mencuri barang orang lain dalam jumlah besar adalah tabu. Karena menurut mereka barang dan pemiliknya telah menyatu ibarat jiwa dan badan. Bila di langgar, pemilik barang akan sakit bahkan meninggal dunia. Sementara orang Madura seringkali terlibat pencurian dengan korbannya dari suku Dayak. Ketiga, pinjam meminjam tanah. Adat istiadat Dayak boleh meminjamkan tanah tanpa pamrih. Hanya dengan kepercayaan lisan, orang Madura diperbolehkan menggarap tanah orang Dayak. Namun persoalan timbul saat tanah diminta kembali. Seringkali orang Madura menolak mengembalikan tanah pinjaman tersebut dengan alasan merekalah yang menggarap selama ini. Dalam hukum adat Dayak, hal ini disebut balang semaya (ingkar janji) yang harus dibalas dengan kekerasan. Keempat, ikrar perdamaian yang di langgar. Dalam tradisi masyarakat Dayak, ikrar perdamaian harus bersifat abadi. Pelanggaran akan di anggap sebagai pelecehan adat sekaligus pernyataan permusuhan. Sementara orang Madura telah beberapa kali melanggar ikrar perdamaian.
Kasus kedua, perang suku di Lampung sebuah dendam lama. Sebenarnya konflik-konflik antar suku sudah sering terjadi di provinsi Lampung, baik itu antara suku asli Lampung dengan Bali seperti yang telah terjadi, maupun Jawa dengan Bali atau Lampung dengan Jawa. Pertikaian ini berkaitan dengan kebudayaan masing-masing suku, karena itu sebuah adat atau kebiasaan masing-masing suku. Lampung adalah provinsi yang suku nya ada sedikit di bandingkan dengan suku yang lain. Di daerah Lampung tersebut banyak pendatang dari suku Jawa, Bali, Sumatra Utara dan lain-lain. Awalnya kedatangan mereka disamput dengan ramah oleh suku Lampung, namun karena pendatang kurang bisa menghargai suku Lampung maka terjadinya perang antar suku.
Kasus ketiga. Konflik antar beragama. Hendropuspito mengemukakan bahwa paling tidak ada empat hal pokok sebagai sumber konflik sosial yang bersumber dari agama Islam–Kristen di Indonesia. Pertama, perbedaan doktrin dan sikap mental. Agama Islam dan Kristen di Indonesia, merupkan agama samawi (revealed religion), yang meyakini terbentuk dari Wahyu Ilahi karena itu memiliki rasa superior, sebagai agama yang berasal dari Tuhan. Di beberapa tempat terjadinya kerusuhan kelompok masyarakat islam dari aliran Sunni atau Santri. Kelompok Sunni masih berfikir tentang pembentukan negara dan masyarakat islam di indonesia. Kelompok itu begitu agresif, kurang toleran dan terkadang sangat fanatik dan malah menganut garis keras. Karena itu, faktor perbedaan doktrin dan sikap mental serta kelompok masyarakat islam dan kristen punya andil sebagai pemicu konflik. Kedua, perbedaan ras dan suku pemilik agama. Tidak dapat dipungkiri bahwa perbedaan ras dan agama memperlebar jurang permusuhan antar bangsa. Perbedaan suku dan ras ditambah dengan perbedaan agama menjadi penyebab lebih kuat untuk menimbulkan perpecahan antar kelompok dalam masyarakat. Ketiga, perbedaan tingkat kebudayaan. Tempat-tempat terjadinya konflik antar kelompok masyarakat agama Islam-Kristen, nampak perbedaan antara dua kelompok yang konflik itu. Kelompok masyarakat setempat memiliki budaya yang sederhana atau tradisional. Sedangkan kaum pendatang memiliki budaya yang lebih maju atau modern. Karena itu bentuk rumah gereja lebih ke wajah budaya barat yang mewah. Perbedaan budaya dalam kelompok masyarakat yang berbeda agama disuatu tempat atau daerah ternyata sebagai faktor pendorong yang mempengaruhi terciptnya konflik antar kelompok agama di Indonesia. Keempat, masalah mayoritas dan minoritas agama.  Di berbagai tempat terjadinya konflik, massa yang mengamuk adalah beragama Islam sebagai kelompok mayoritas, sedangkan kelompok yang ditekan dan mengalami kerugian fisik dan mental adalah agama Kristen yang minoritas di Indonesia.
Ketiga konflik tersebut pada hakekatnya tentang perbedaan antar ras, suku, adat istiadat dan agama. Apabila kita kaitkan dengan konsepsi hakekat Bhineka Tunggal Ika ini sangat bertolak belakang. Dimana mereka yang seharusnya saling mengahargai perbedaan, namun menjadi penyebab terjadinya kekacauan, permusuhun yang mengakibatkan adanya peperangan. Sehingga mereka tinggal di Negara Indonesia, negara mereka sendiri malah tidak nyaman karena adanya kegaduhan. Kemudian kemana hakekat Bhineka Tunggal Ika yang sebenarnya? Sebuah semboyan yang selalu di banggakan Bangsa Indonesia. Semboyan yang memiliki arti “walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu kesatuan”.
Solusi untuk mengatasi permasalah di atas, yang pertama, Seharusnya mereka menyadari bahwa kemajemukan etnik/suku, ras, sosial, budaya, dan agama, merupakan kepelbagaian yang berbeda satu sama lain, namun demi kepentingan bersama, menuju masyarakat yang makmur dan sejahtera Bangsa Indonesia seharusnya menyadari bahwa, kepelbagaian menjadi penguat sehingga terintegrasi secara nasional sejak Indonesia merdeka di bawah ideologi Pancasila. Kedua, dalam mengatasi suatu perbedaan jangan menggunakan egoisentri, namun menggunakan akal fikiran dan perasaan serta sebelum melangkah lebih lanjut di fikirkan lebih dahulu akibat-akibatnya. Adanya toleransi antar suku, ras, budaya, agama diharapkan bisa menjadikan Negara Indonesia menjadi masyarakat yang makmur dan sejahtera tanpa adanya pertikaian. Sehingga mereka lebih nyaman tinggal di negaranya sendiri. Semboyan “BHINEKA TUNGGAL IKA” harus di tegakkan kembali.

Jumat, 28 September 2012


STUDY WITH ENTREPRENEURSHIP... WHY NOT?
Kata kewirausahaan atau intrepreneurship sangat tidak asing bagi kita. Bahkan, jika kita mendengar seseorang berwirausaha, yang muncul dalam fikiran kita adalah berdagang atau berbisnis, dan biasanya dengan berdagang atau berbisnis seseorang mempunyai keuntungan yang sangat besar. Sehingga jangan heran jika banyak orang yang membuka wirausaha. Saya juga melihat sebagian Guru PNS (pegawai negri sipil) yang mempunyai kerja sambilan dengan berwirausaha, baik wirausaha yang turun-temurun dari keluarga maupun menciptakan wirausaha sendiri. Mahasiswapun juga banyak yang berwirausaha, termasuk mahasiswa kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Menurut pengamatan saya, banyak dari mahasiswa UIN Sunan Kalijaga yang berwirausaha dengan berdagang, baik menjual makanan ringan maupun membuat suatu kreatifitas dan inovasi, seperti membuat bros dan boneka dari bahan kain flanel, membuat bros dari bahan kertas ataupun dari bahan yang lain. Bahkan, saya juga melihat para mahasiswa berbisnis dengan menjualkan produk-produk merek yang terkenal kepada mahasiswa yang lain. Biasanya mereka mengenalkan produk-produk itu lewat alat elektronik yang sangat canggih yaitu pesan singkat melalui handphone dan lewat dunia maya seperti facebook ataupun twitter, karena rata-rata mahasiswa jaman sekarang mempunyai facebook atau twitter dan handphone, sehingga sangat memudahkan mahasiswa untuk berbisnis.
Saya bertanya kepada beberapa teman yang berwirausaha, mereka hanya bermodal percaya diri dan telaten tanpa membutuhkan modal yang tinggi. Karena sebagian dari mereka hanya menjualkan jajanan milik tetangga dan mereka mengambil untungnya saja. Tetapi, usaha yang mereka lakukan tidak semulus apa yang kita pikirkan, mereka harus memutar otak bagaimana caranya supaya dagangan itu bisa habis, dan mereka juga berfikir bagaimana cara membuat kreativitas dan inovasi yang bisa menarik perhatian para mahasiswa maupun masyarak yang lain. Sehingga dagangan mereka menjadi laku dan laris. Namun, terkadang dagangan mereka kurang laku karena saya sering melihat daganganya masih banyak padahal waktu sudah sore. Jika dagangan mereka jajanan kering seperti kripik atau sejenisnya no problem, karena masih bisa dijual besok paginya, tapi jika yang dijual seperti nasi atau susu kedelai, jadi problem buat penjualnya dan mengalami kerugian. Namun tidak selamanya mereka mengalami kerugian. Sudah menjadi biasa yang namanya berdagang pasti ada untung dan ruginya. Hidup itu memang tidak semudah apa yang kita fikirkan, dan tidak semudah kita membalikkan telapak tangan.
Jika kita selidiki, di negara kita tercinta ini yaitu Indonesia terlihat banyak manusia yang berwirausaha, tapi dibandingkan dengan negara-negara yang lain, negara kita masih ketinggalan dari mereka. Bahkan di kampus UIN Sunan Kalijaga juga sedikit yang melakukan wirausaha. Mungkin jika diprosentasikan 1% dari seluruh mahasiswa UIN Sunan Kalijaga atau bahkan kurang dari 1%. Lalu kemana 99% dari mahasiswa yang lain?
Secara sederhana wirausahawan (entrepreneur) adalah orang yang berjiwa berani mengambil risiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan. Berjiwa berani mengambil risiko artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti. Kegiatan wirausaha dapat dilakukan seorang diri maupun berkelompok. Seorang wirausahawan dalam pikirannya selalu berusaha mencari, memanfaatkan, serta menciptakan peluang usaha yang dapat memberikan keuntungan. Risiko kerugian merupakan hal biasa karena mereka memegang prinsip bahwa faktor kerugian pasti ada. Bahkan, semakin besar risiko kerugian yang bakal dihadapi, semakin besar pula peluang keuntungan yang dapat diraih. Tidak ada istilah rugi selama seseorang melakukan usaha dengan penuh keberanian dan penuh perhitungan. Inilah yang disebut jiwa wirausaha. (Kasmir, S. E., M.M, 2006).
Apa latar belakang para mahasiswa berwirausaha? Dan apa latar belakang para mahasiswa yang tidak mau berwirausaha?
Menurut hasil dari wawancara yang telah saya lakukan, yang melatar belakangi para mahasiswa berwirausaha diantaranya, untuk meringankan beban orang tua dan ingin mandiri, misalnya jika menginginkan sesuatu mereka bisa menggunakan uang hasil usahanya sendiri tanpa meminta orang tua. Sebagai pekerjaan sambilan dan siap siaga jika lulus kuliah belum mendapat pekerjaan bisa melakukan usaha sambil mendaftar pekerjaan serta menunggu pengumuman. Bahkan, ada juga yang menjadikan wirausaha sebagai hobi. Kemudian yang melatar belakangi mahasiswa tidak mau melakukan wirausaha diantaranya, kurangnya percaya diri pada mahasiswa,  jadi tidak ada keberanian untuk melakukan wirausaha serta tidak berani mengambil risiko-risiko yang akan dihadapi nantinya, misalnya risiko kerugian. Kemudian tidak mempunyai ketrampilan untuk menciptakan sesuatu, tidak adanya modal untuk berwirausaha, dan ada juga yang gengsi untuk berwirausaha.
Untuk mengatasi masalah mahasiswa yang tidak mau melakukan wirausaha, saya memberikan beberapa solusi. Yang pertama, adanya pelaksanaan  seminar motivasi tentang kewirausahaan atau intrepreneurship yang dilaksanakan tanpa memungut biaya supaya mahasiswa lebih percaya diri dalam melakukan wirausaha. Yang kedua, adanya kursus ketrampilan dari kampus UIN Sunan Kalijaga tanpa memungut biaya yang tinggi seperti membuka kursus busana, boga, seni kerajinan dari bahan bekas atau yang lainnya. Setiap mahasiswa yang berminat melakukan kursus, mereka mendaftarkan diri dan dikenakan biaya yang tidak terlalu mahal misalnya lima ribu, dan setiap berangkat membayar sebagai kas minimal tiga ribu dan maksimal lima ribu. Setelah menghasilkan sebuah karya, mahasiswa harus menjualnya dan membagi hasil mereka kepada kampus UIN Sunan Kalijaga. Kemudian tidak adanya modal untuk berwirausaha. Solusi yang ketiga, kampus UIN Sunan Kalijaga menyediakan peminjaman modal kepada mahasiswa, dengan syarat ada jaminan berupa ijazah terkahir dan mengisi formulir data diri. Peminjaman ada batas waktu misalnya batas waktu satu semester ataupun satu tahun. Apabila dalam jangka waktu tertentu mahasiswa belum bisa membayar uang pinjaman, mahasiswa harus melaporkan terlebih dahulu, supaya tidak ada kecurigaan diantara kedua belah pihak. Yang terakhir, Bagi mahasiswa yang sebentar lagi lulus kuliah, jaminannya ijazah lulusan UIN Sunan Kalijaga, jadi apabila setelah lulus mahasiswa belum bisa mengembalikan uang pinjamannya maka ijazahnya belum bisa di ambil sampai mahasiswa mengembalikan uang yang telah dipinjamnya.

STUDY WITH ENTREPRENEURSHIP... WHY NOT?
Kata kewirausahaan atau intrepreneurship sangat tidak asing bagi kita. Bahkan, jika kita mendengar seseorang berwirausaha, yang muncul dalam fikiran kita adalah berdagang atau berbisnis, dan biasanya dengan berdagang atau berbisnis seseorang mempunyai keuntungan yang sangat besar. Sehingga jangan heran jika banyak orang yang membuka wirausaha. Saya juga melihat sebagian Guru PNS (pegawai negri sipil) yang mempunyai kerja sambilan dengan berwirausaha, baik wirausaha yang turun-temurun dari keluarga maupun menciptakan wirausaha sendiri. Mahasiswapun juga banyak yang berwirausaha, termasuk mahasiswa kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Menurut pengamatan saya, banyak dari mahasiswa UIN Sunan Kalijaga yang berwirausaha dengan berdagang, baik menjual makanan ringan maupun membuat suatu kreatifitas dan inovasi, seperti membuat bros dan boneka dari bahan kain flanel, membuat bros dari bahan kertas ataupun dari bahan yang lain. Bahkan, saya juga melihat para mahasiswa berbisnis dengan menjualkan produk-produk merek yang terkenal kepada mahasiswa yang lain. Biasanya mereka mengenalkan produk-produk itu lewat alat elektronik yang sangat canggih yaitu pesan singkat melalui handphone dan lewat dunia maya seperti facebook ataupun twitter, karena rata-rata mahasiswa jaman sekarang mempunyai facebook atau twitter dan handphone, sehingga sangat memudahkan mahasiswa untuk berbisnis.
Saya bertanya kepada beberapa teman yang berwirausaha, mereka hanya bermodal percaya diri dan telaten tanpa membutuhkan modal yang tinggi. Karena sebagian dari mereka hanya menjualkan jajanan milik tetangga dan mereka mengambil untungnya saja. Tetapi, usaha yang mereka lakukan tidak semulus apa yang kita pikirkan, mereka harus memutar otak bagaimana caranya supaya dagangan itu bisa habis, dan mereka juga berfikir bagaimana cara membuat kreativitas dan inovasi yang bisa menarik perhatian para mahasiswa maupun masyarak yang lain. Sehingga dagangan mereka menjadi laku dan laris. Namun, terkadang dagangan mereka kurang laku karena saya sering melihat daganganya masih banyak padahal waktu sudah sore. Jika dagangan mereka jajanan kering seperti kripik atau sejenisnya no problem, karena masih bisa dijual besok paginya, tapi jika yang dijual seperti nasi atau susu kedelai, jadi problem buat penjualnya dan mengalami kerugian. Namun tidak selamanya mereka mengalami kerugian. Sudah menjadi biasa yang namanya berdagang pasti ada untung dan ruginya. Hidup itu memang tidak semudah apa yang kita fikirkan, dan tidak semudah kita membalikkan telapak tangan.
Jika kita selidiki, di negara kita tercinta ini yaitu Indonesia terlihat banyak manusia yang berwirausaha, tapi dibandingkan dengan negara-negara yang lain, negara kita masih ketinggalan dari mereka. Bahkan di kampus UIN Sunan Kalijaga juga sedikit yang melakukan wirausaha. Mungkin jika diprosentasikan 1% dari seluruh mahasiswa UIN Sunan Kalijaga atau bahkan kurang dari 1%. Lalu kemana 99% dari mahasiswa yang lain?
Secara sederhana wirausahawan (entrepreneur) adalah orang yang berjiwa berani mengambil risiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan. Berjiwa berani mengambil risiko artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha, tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti. Kegiatan wirausaha dapat dilakukan seorang diri maupun berkelompok. Seorang wirausahawan dalam pikirannya selalu berusaha mencari, memanfaatkan, serta menciptakan peluang usaha yang dapat memberikan keuntungan. Risiko kerugian merupakan hal biasa karena mereka memegang prinsip bahwa faktor kerugian pasti ada. Bahkan, semakin besar risiko kerugian yang bakal dihadapi, semakin besar pula peluang keuntungan yang dapat diraih. Tidak ada istilah rugi selama seseorang melakukan usaha dengan penuh keberanian dan penuh perhitungan. Inilah yang disebut jiwa wirausaha. (Kasmir, S. E., M.M, 2006).
Apa latar belakang para mahasiswa berwirausaha? Dan apa latar belakang para mahasiswa yang tidak mau berwirausaha?
Menurut hasil dari wawancara yang telah saya lakukan, yang melatar belakangi para mahasiswa berwirausaha diantaranya, untuk meringankan beban orang tua dan ingin mandiri, misalnya jika menginginkan sesuatu mereka bisa menggunakan uang hasil usahanya sendiri tanpa meminta orang tua. Sebagai pekerjaan sambilan dan siap siaga jika lulus kuliah belum mendapat pekerjaan bisa melakukan usaha sambil mendaftar pekerjaan serta menunggu pengumuman. Bahkan, ada juga yang menjadikan wirausaha sebagai hobi. Kemudian yang melatar belakangi mahasiswa tidak mau melakukan wirausaha diantaranya, kurangnya percaya diri pada mahasiswa,  jadi tidak ada keberanian untuk melakukan wirausaha serta tidak berani mengambil risiko-risiko yang akan dihadapi nantinya, misalnya risiko kerugian. Kemudian tidak mempunyai ketrampilan untuk menciptakan sesuatu, tidak adanya modal untuk berwirausaha, dan ada juga yang gengsi untuk berwirausaha.
Untuk mengatasi masalah mahasiswa yang tidak mau melakukan wirausaha, saya memberikan beberapa solusi. Yang pertama, adanya pelaksanaan  seminar motivasi tentang kewirausahaan atau intrepreneurship yang dilaksanakan tanpa memungut biaya supaya mahasiswa lebih percaya diri dalam melakukan wirausaha. Yang kedua, adanya kursus ketrampilan dari kampus UIN Sunan Kalijaga tanpa memungut biaya yang tinggi seperti membuka kursus busana, boga, seni kerajinan dari bahan bekas atau yang lainnya. Setiap mahasiswa yang berminat melakukan kursus, mereka mendaftarkan diri dan dikenakan biaya yang tidak terlalu mahal misalnya lima ribu, dan setiap berangkat membayar sebagai kas minimal tiga ribu dan maksimal lima ribu. Setelah menghasilkan sebuah karya, mahasiswa harus menjualnya dan membagi hasil mereka kepada kampus UIN Sunan Kalijaga. Kemudian tidak adanya modal untuk berwirausaha. Solusi yang ketiga, kampus UIN Sunan Kalijaga menyediakan peminjaman modal kepada mahasiswa, dengan syarat ada jaminan berupa ijazah terkahir dan mengisi formulir data diri. Peminjaman ada batas waktu misalnya batas waktu satu semester ataupun satu tahun. Apabila dalam jangka waktu tertentu mahasiswa belum bisa membayar uang pinjaman, mahasiswa harus melaporkan terlebih dahulu, supaya tidak ada kecurigaan diantara kedua belah pihak. Yang terakhir, Bagi mahasiswa yang sebentar lagi lulus kuliah, jaminannya ijazah lulusan UIN Sunan Kalijaga, jadi apabila setelah lulus mahasiswa belum bisa mengembalikan uang pinjamannya maka ijazahnya belum bisa di ambil sampai mahasiswa mengembalikan uang yang telah dipinjamnya.

Jumat, 27 Juli 2012

Opini


KETIDAKJUJURAN DALAM PELAKSANAAN UJIAN NASIONAL
Kalau kita melihat pendidikan di indonesia saat ini sangatlah menyedihkan, karena dari tahun ke tahun banyak terjadi ketidakjujuran pada saat pelaksanaan ujian nasional. Dan ujian nasional tahun inipun masih banyak yang tidak jujur. Ketidakjujuran disini maksudnya bocornya kunci jawaban ujian nasional, siswa yang menyontek dan bekerja sama, bahkan sebagian siswa nekad membeli soal ujian nasional dengan harga yang mahal. Jadi, siswa sudah mengetahui jawaban ujian nasional sebelum pelaksanaannya. Menurut pengamatan saya, yang pertama, siswa mendapat jawaban dari gurunya sendiri dan itu sudah kehendak dari sekolah, dengan cara mengirim pesan lewat sms, atau guru memberikan jawaban sebelum ujian nasional dimulai, bahkan ada juga guru yang menunggu di toilet dan menyuruh salah satu siswanya untuk mengambil dan menyebarkan kepada teman-temannya. Kedua, siswa membeli jawaban tersebut kepada oknum tanpa sepengetahuan guru maupun sekolah.
Bagaimana tujuan pendidikan nasional? 
“Tujuan dari Pendidikan (Kementerian Pendidikan Nasional) : "Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Apakah fakta tentang pendidikan nasional kita sesuai dengan tujuan pendidikan nasional? Kenapa fakta tersebut bisa terjadi? Kemudian apa yang melatar belakangi semua ini?
Menurut pengamatan saya, kejadian seperti diatas hanya karena kenaikan nilai rata-rata minimal ujian akhir nasional yang dilakukan oleh pemerintah setiap tahun. Guru bingung mengatasi siswanya yang mempunyai kemampuan rendah dan kurangnya motivasi sehingga menimbulkan ketidak percayaan pada diri siswa, rendahnya motivasi juga membuat ketakutan tentang kegagalan dalam ujian. Sebenarnya pemerintah sudah memberi kemudahan dalam menentukan nilai, dengan cara menggabungkan nilai ujian nasional dengan nilai raport mulai dari semester 3. Namun kenapa ketidakjujuran itu selalu terjadi setiap tahun? Sebagai calon guru, apa yang harus dilakukan ketika melihat fakta tersebut?
Untuk mengatasi permasalahan di atas, tujuan pendidikan nasional harus benar-benar dilaksanakan, tidak hanya tulisan di atas kertas yang tidak ada gunanya sama sekali. Selain itu guru harus melatih kejujuran kepada siswanya sejak ia masih dini, supaya ketidakjujuran dalam ujian nasional itu hilang, sehingga tidak menciptakan koruptor dinegri ini. Misalnya, membiasakan untuk mengerjakan sendiri ketika diberi tugas maupun pada saat melaksanakan ujian. Kemudian, guru harus tegas kepada siswanya dan berilah banyak motivasi supaya mereka percaya diri dan optimis.

Berharap yang tak pasti

wah ternyata itu hanya ilusi saya saja,,, terlalu banyak berharap yang sepertinya impossible.! bagaikan bumi yang menginginkan bersama-sama dengan langit,,, kalau difikir secara logika bumi tidak akan bersama dengan langit, seperti aku dengannya yang dipikir secara logikapun impossible. tapi aku juga tak tau rencana Allah selanjutnya. Kalau mengikuti teori "kun fayakun", segala mungkin pasti akan terjadi, dan aku selalu berharap yang tadinya impossible menjadi possible,,,!!! Aku mencintainya karena Allah,,, dan selalu mempertahankannya selama janur kuning belum melengkung diddepan rumahnya.
"cinta bagaikan benih yang yang ditanam, pertama kita harus merawatnya dan mempertahankannya berkembang sampai menjadi pohon yang kokoh dan kuat. Begitupun cinta, aku akan menanam benih cinta itu kedalam hatimu sampai tumbuh berkembang menjadi kokoh dan kuat" karena yang bisa membolak-balikan hati manusia hanyalah Allah.....